Ketegasan Dalam Aspek Produksi





MAKALAH
KETEGASAN DALAM ASPEK PRODUKSI
Mata Kuliah Kewirausahaan
Dosen Pengampu : Ummu Jauharin Farda,  M.Pd.






Disusun oleh:
1.      M. Yusuf         (1660
2.      Saichul Hadi   (166010081)
3.      Nain Ariyadi   (166010104)

FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM
SEMARANG
2019

I.                   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sistem produksi yang baik harus mampu menghasilkan produk seperti yang diharapkan. Umumnya suatu sistem diukur dengan kemampuan memproduksi dalam jumlah dan kualitas yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan konsumen, kemampuan sumberdaya perusahaan serta harapan dari wirausahawan sebagai pemilik dan mungkin juga sekaligus sebagai manajer. Tahap awal dalam pelaksanaan proses produksi adalah merencanakan produk yang akan diproduksi. Pada pembelajaran sebelumnya (Aspek Pemasaran) telah dirumuskan jenis produk yang akan dihasilkan sesuai dengan potensi diri yang dimiliki, tentunya produk tersebut memiliki potensi/prospek pasar yang memadai. Gambaran mengenai karakteristik produk yang akan dihasilkan, memberikan kemudahan dalam menyusun kebutuhan bahan, tenaga kerja, mesin/peralatan, lokasi produksi dan biaya yang dibutuhkan dalam proses produksi. Dengan gambaran produk ini, juga akan memudahkan dalam menetapkan sistem produksi yang akan diterapkan dalam menghasilkan produk yang dimaksud. Olehnya itu, dalam sistem produksi dikenal adanya 3 (tiga) komponen, yaitu masukan (input), proses dan keluaran (output).

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari produksi?
2.      Apa tujuan dan fungsi dari produksi?
3.      Apa saja kebutuhan dari proses produksi?
4.      Bagaimanakah proses dan pengendalian produksi?




II.                PEMBAHASAN

A.    Produksi
Berbagai literatur tentang produksi mendefenisikan produksi dengan gaya pengungkapan yang berbeda-beda. Istilah produksi sering digunakan dalam suatu organisasi untuk menghasilkan suatu keluaran atau output, baik berupa barang maupun jasa. Produksi dari sudut pandang kegiatan penciptaan produk seperti yang dikemukakan oleh Assauri bahwa produksi merupakan kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa. Demikian pula defenisi yang dikemukakan oleh Reksohadiprojo dan Gitosudarmo (2003) bahwa produksi adalah kegiatan untuk menghasilkan barang-barang dan jasa-jasa sesuai dengan kehendak konsumen dalam hal jumlah, kualitas, harga serta waktu.
Menurut Primyastanso dan Istikharoh (2006) produksi merupakan kegiatan dalam mengolah bahan baku atau bahan mentah kemudian menjadi bahan jadi atau setengah jadi yang dapat dimanfaatkan atau digunakan oleh konsumen dan mempunyai nilai lebih.[1]
Produksi tidak hanya menciptakan produk sebagai keluaran (output), namun juga menggunakan berbagai faktor produksi sebagai masukan (input). Produksi sebagai hasil akhir dari proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input, dengan kata lain mengkombinasikan sebagian input atau masukan untuk menghasilkan output. Semakin banyak output atau produk yang dihasilkan akan berpengaruh pada peningkatan pendapatan usaha tersebut.[2]
Produksi sebagai suatu proses, diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik bagaimana produksi itu dilaksanakan atau suatu kegiatan untuk menciptakan dan menambah kegunaan (Utility) suatu barang dan jasa. maka dapat dirumuskan bahwa proses produksi dalam konteks kewirausahaan adalah merupakan kegiatan untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, mesin, bahan baku dan dana, agar menghasilkan produk yang dibutuhkan dan sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen.


B.     Kebutuhan Proses Produksi
Sebelum melaksanakan proses produksi terlebih dahulu perlu dirancang kebutuhan sarana dan prasarana yang akan digunakan dalam menghasilkan produk, sarana dan prasarana inilah yang sering disebut sebagai input produksi yang meliputi bahan, tenaga kerja, mesin/peralatan, lokasi dan biaya (uang).[3]
C.     Bahan Baku
Dalam menyusun kebutuhan bahan baku untuk digunakan dalam proses produksi harus mengacu pada karakteristik produk yang akan dihasilkan. Misalnya saja, jika berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap pasar produk yang akan dihasilkan, konsumen menginginkan produk yang rasanya manis dan berwarna merah, tentunya bahan yang dibutuhkan dalam proses produksi adalah gula dan pewarna merah. Dengan demikian, kualitas produk yang akan dihasilkan sesuai dengan permintaan konsumen, sangat ditentukan oleh kualitas bahan baku yang digunakan. Ini yang menjadi alasan mengapa perusahaan perlu melakukan penanganan bahan baku, terutama dalam mengendalikan kualitas untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Pengendalian dalam pengadaan bahan baku terutama pada perusahaan perusahaan yang memanfaatkan hasil-hasil pertanian primer sebagai bahan bakunya sangat penting untuk dilakukan, karena hasil pertanian primer memiliki ciri yang apabila tidak dikendalikan akan mendatangkan kerugian bagi perusahaan. Ciri-ciri produk hasil pertanian primer adalah bersifat musiman, mudah rusak, banyak menggunakan tempat dan sumbernya terpencar- pencar.
Jenis bahan yang digunakan oleh perusahaan dalam proses produksinya dapat dibedakan menjadi bahan langsung dan bahan tak langsung. Bahan langsung adalah bahan yang digunakan dalam proses produksi dan terikat atau menjadi bagian dalam produk. Sedangkan bahan tak langsung adalah bahan yang bukan atau tidak menjadi bagian dalam produk, namun sangat diperlukan untuk mendukung produksi.[4]
Agar produksi dapat berjalan lancar, maka dalam pemilihan bahan baku yang akan digunakan setidaknya memenuhi syarat:[5]
1.      Kualitasnya baik
Sebagaimana yang telah dikemukakan, bahwa untuk memperoleh kualitas produk yang baik, diperlukan bahan yang juga berkualitas baik. Selain itu, penggunaan bahan baku yang berkualitas memungkinkan untuk melakukan penyimpanan dalam jangka waktu yang lama. Dengan demikian, perusahaan dapat melakukan pembelian dalam yang besar, sehingga interval pembelian dapat diperjarang yang berarti dapat menekan biaya pengangkutan. Selain itu biasanya perusahaan akan harga bahan yang relatif rendah dari pemasok jika pembelian dilakukan dalam jumlah yang besar. Ini berarti perusahaan dapat menekan biaya pembelian. Agar kualitas bahan baku yang dipasok oleh perusahaan dapat terjamin, maka beberapa hal yang perlu dilakukan, antara lain penyeleksian sumber bahan baku, pemeriksaan saat proses pembelian, penanganan saat pengangkutan, pemeriksaan saat penerimaan di perusahaan, penanganan dalam penyimpanan dan tentunya pemeriksaan sebelum diproses. Dengan upaya-upaya ini, perusahaan dapat menghindari penggunaan bahan baku yang kurang berkualitas, sehingga proses produksi akan dapat dipertahankan pada tingkat tertentu sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
2.      Mudah diperoleh
Selain aspek kualitas, kelancaran proses produksi juga sangat ditentukan oleh ketersediaan bahan baku dari aspek kuantitas dan kontinyuitasnya. Ini berartibahwa bahan baku yang dibutuhkan dalam berproduksi harus dapat diperoleh setiap saat dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan. Perusahaan yang menggunakan bahan baku dari hasil pertanian primer sering menghadapi kendala dalam perolehan bahan baku karena produksinya bersifat musiman dan sumbernya terpencar-pencar. Malah tidak jarang kita temui, proses produksi menjadi terhenti hanya karena keterbatasan atau malah ketiadaan bahan baku yang dapat diolah. Keterbatasan bahan baku karena produksinya yang bersifat musiman dan sumbernya terpencar-pencar dapat diantisipasi dengan pembelian dalam jumlah yang besar yang ditindaklanjuti dengan penggunaan teknologi penyimpanan dan/atau pengolahan agar dapat disimpan selama di luar musim.
3.      Mudah diolah
Bahan baku yang digunakan sedapat mungkin mudah diolah, karena bahan baku yang sulit diolah biasanya memiliki konsekuensi terhadap biaya produksi dan pada akhirnya juga akan berpengaruh pada harga jual produk. Apabila bahan baku dapat diolah dengan mudah, kemungkinan besar biaya produksi akan lebih ringan ketimbang pengolahan bahan baku tersebut dilakukan dengan peralatan yang sulit dicari atau harganya mahal atau harus diolah di tempat/perusahaan lain. Sebagai contoh, apabila perusahaan menggunakan bahan baku tepung beras, maka lebih baik perusahaan membeli bahan yang telah berbentuk tepung beras daripada membeli beras yang kemudian diolah sendiri menjadi tepung beras.
Jika dengan pertimbangan tingkat kebutuhan bahan yang cukup besar dalam sekali proses produksi serta kontinyuitas proses produksi, perusahaan dapat mengadakan mesin pengolahan (mesin penepungan, misalnya). Tentunya dalam hal ini diperlukan biaya investasi untuk pengadaannya, namun sebelumnya perlu dipertimbangkan apakah mengolah sendiri bahan baku lebih menguntungkan dibandingkan dengan pengolahan diserahkan kepada tempat/perusahaan lain.
4.      Harga yang relatif murah
Bahan baku yang akan digunakan dalam proses produksi sedapat mungkin juga harus relatif murah. Dalam artian bahwa bahan baku yang dibutuhkan harganya tidak melebihi harga yang berlaku di pasaran secara umum. Konsekuensi dari tingkat harga bahan baku yang murah tentunya pada tingkat biaya produksi yang rendah dan pada akhirnya harga jual dapat lebih rendah dibandingkan dengan pesaing. Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengadaan bahan baku adalah kemudahan dalam perolehannya. Hal ini berarti bahwa penentuan sumber (pemasok) bahan tersebut menjadi hal yang penting untuk dipikirkan. Sumber bahan akan berpengaruh terhadap biaya pengangkutan dan pada akhirnya akan berpengaruh pula pada biaya produksi dan harga jual produk. Semakin dekat sumber bahan akan semakin baik. Namun apabila dalam keadaan tertentu, sumber bahan berada jauh dari lokasi, tentunya harus mencari alternatif lain agar dapat menekan biaya, seperti membeli dalam jumlah yang besar untuk memotong intensitas pembelian tetapi dengan syarat bahan tersebut dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama tanpa mengurangi kualitas. Perlu diingat bahwa persaingan juga terdapat dalam pembelian bahan baku.
Perusahaan tidak hanya sendiri sebagai pengguna bahan baku tertentu, ada pula perusahaan lain yang memproduksi produk yang sama atau berbahan baku yang sama. Dalam menghadapi persaingan memperoleh bahan baku yang dibutuhkan agar ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan dapat terjamin baik kuantitas, kualitas maupun kuantitasnya, perusahaan dituntut untuk mencari sumber bahan baku yang dapat diandalkan. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk menjamin ketersediaan bahan baku adalah mengembangkan hubungan baik dengan pemasok dengan senantiasa menjalin komunikasi yang intensif.
D.    Tenaga Kerja
Tenaga kerja atau sumberdaya manusia merupakan asset penting perusahaan. Dalam proses produksi, tenaga kerja merupakan penggerak berjalannya proses produksi. Meskipun bahan baku yang digunakan telah memenuhi standar kualitas, peralatan yang digunakan telah memadai, jika tenaga kerja yang menjalankan operasional produksi tidak sesuai dalam hal jumlah dan kualifikasi yang diharapkan, maka mustahil perusahaan dapat menghasilkan produk yang berkualitas sebagaimana yang diharapkan oleh konsumen dan perusahaan.
Meskipun tenaga kerja dianggap sebagai salah satu faktor penting dalam aktifitas proses produksi perusahaan, namun kadang dalam operasional perusahaan, hal ini sering dikesampingkan, terutama yang terkait dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Pertimbangan yang sering digunakan adalah mudahnya untuk mendapatkan tenaga kerja dengan alasan bahwa setiap orang dianggap membutuhkan pekerjaan. Kondisi yang demikian menyebabkan banyaknya tenaga kerja produksi yang dipekerjakan pada pekerjaan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan keahlian yang dimiliki. Akibatnya harapan untuk menghasilkan produk yang berkualitas tidak tercapai.
Jenis tenaga kerja yang digunakan pada perusahaan pada dasarnya terdiri dari tenaga kerja upahan dan tenaga kerja keluarga. Kedua jenis tenaga kerja ini memiliki karakteristik masingmasing :
a.       Tenaga kerja upahan, Tenaga kerja yang terikat hubungan kerja dengan perusahaan, dimana masing-masing pihak memiliki hak dan kewajiban
b.      Tenaga kerja keluarga Merupakan tenaga kerja yang berasal dari lingkungan keluarga. Tenaga kerja jenis ini banyak digunakan pada perusahaan-perusahaan kecil atau perusahaan yang masih berskala usaha rumah tangga. Umumnya tenaga kerja keluarga bekerja hanya sebatas tanggung jawab dalam membantu keluarga.


E.     Mesin / peralatan
Mesin dan peralatan yang digunakan dalam suatu proses produksi memiliki peran yang cukup besar di dalam keberhasilan perusahaan dalam menghasilkan produksi, baik dalam hal kuantitas, kualitas maupun kontinyuitasnya. Kebutuhan mesin dan peralatan produksi baik jumlah, jenis, kapasitas dan spesifikasi lainnya seharusnya telah diidentifikasi saat gambaran produk yang akan dihasilkan telah ditetapkan. Apabila perusahaan mengadakan mesin/peralatan produksi yang tidak bermanfaat untuk menghasilkan produk sesuai dengan yang direncanakan, maka sudah dapat dipastikan mesin/peralatan produksi tersebut akan kurang berfungsi atau malah tidak berfungsi. Konsekuensi yang harus ditanggung oleh perusahaan adalah adanya beban biaya (penyusutan) yang harus ditanggung oleh perusahaan sedangkan mesin/peralatan tersebut kurang/tidak mendukung dalam menghasilkan produksi.[6]
Disamping itu pula, mesin/peralatan produksi yang jarang dimanfaatkan akan cepat mengalami kerusakan dan tentunya membutuhkan perawatan. Ini berarti bahwa perusahaan melakukan investasi yang sia-sia, malah akan menambah beban biaya produksi dan akan berpengaruh pula pada meningkatnya harga jual produk. Setelah dilakukan pengadaan mesin/peralatan produksi, maka selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah penempatan atau tata letaknya pada ruangan produksi. Dalam penempatan mesin/peralatan produksi di ruangan produksi terdapat beberapa prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan oleh perusahaan, yaitu:[7]
1) Prinsip integrasi, dalam artian bahwa penempatan mesin/peralatan produksi dapat mengitegrasikan seluruh faktor produksi (bahan, tenaga kerja, mesin/peralatan, dan sebagainya) sehingga menghasilkan kerjasama yang harmonis.
2) Prinsip memperpendek gerak, dalam artian bahwa penempatan mesin/peralatan produksi tidak membuat tenaga kerja lebih banyak bergerak dari satu mesin/peralatan ke mesin/peralatan yang lain.
3) Prinsip memperlancar arus pekerjaan, dalam artian bahwa penempatan mesin/peralatan produksi dapat menjamin kelabncaran arus bahan dalam proses tanpa adanya hambatan.
4) Prinsip penggunaan ruangan produksi yang efisien dan efektif, dalam artian bahwa penempatan mesin/peralatan produksi ditempatkan sesuai dengan luas ruangan produksi yang dimiliki perusahaan.
5) Prinsip keselamatan dan kepuasan kerja, dalam artian bahwa penempatan mesin/peralatan produksi pada ruangan produksi dapat menjamin keselamatan dan kenyamanan kerja dari tenaga kerja.
6) Prinsip keluwesan, dalam artian penempatan mesin/peralatan produksi sewaktu- waktu
dapat disesuaikan jika sewaktu-waktu dibutuhkan adanya perubahan.
7) Prinsip proses produksi yang berkesinambungan, dalam artian bahwa penempatan mesin/peralatan produksi tidak menghambat kesinambungan proses produksi.
F.      Biaya Produksi
Biaya dapat didefenisikan sebagai pengorbanan ekonomis yang diperlukan untuk memperoleh produk (barang dan /atau jasa). Atau pengeluaran yang dilakukan di masa sekarang untuk mendapatkan manfaat pada masa yang akan datang, dimana pengeluaran atau pengorbanan tersebut dapat diduga serta dapat dihitung secara kuantitatif dan tidak dapat dihindarkan.
Biaya produksi terdiri atas 2 (dua) bagian besar dengan penggolongan biayanya
masing-masing diuraikan, sebagai berikut:
1.      Biaya menurut perilaku, yang terdiri dari:
a.       Biaya tetap, merupakan biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi dan dalam periode tertentu jumlahnya tetap. Misalnya biaya untuk gaji tenaga kerja tetap, penyusutan alat, pajak lahan dan sebagainya.
b.      Biaya tidak tetap, merupakan biaya yang besar kecilnya berhubungan langsung dengan besarnya produksi atau dengan kata lain biaya yang dalam periode tertentu jumlahnya dapat berubah tergantung pada tingkat produksi yang dihasilkan. Misalnya biaya untuk pembelian bahan baku, biaya upah tenaga kerja borongan, dan sebagainya.
2.      Biaya menurut jenis, yang terdiri dari:[8]
a.       Biaya langsung (pokok), merupakan biaya yang langsung terikat atau menjadi bagian pokok dari produk yang dihasilkan. Biaya yang digolongkan dalam jenis ini adalah biaya bahan langsung dan tenaga kerja langsung.
b.      Biaya tidak langsung, merupakan biaya yang secara tidak digunakan untuk menghasilkan produk atau biaya yang terikat bukan pada bagian pokok dari produk yang dihasilkan. Biaya yang digolongkan dalam jenis ini adalah biaya bahan tidak langsung dan tenaga kerja tidak langsung.
c.       Biaya administrasi/umum, merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan administrasi kantor perusahaan dan umum. Misalnya biaya untuk menggaji pimpinan dan pegawai, sewa kantor, perlengkapan kantor dan sebagainya.
G.    Proses Produksi
Dihasilkannya produk sesuai dengan jumlah dan mutu yang diharapkan oleh pasar dan perusahaan, selain ditentukan oleh input sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, juga sangat ditentukan oleh kegiatan yang dilaksanakan selama proses pembuatan produk berlangsung yang dikenal dengan istilah proses produksi.[9] Proses produksi melalui beberapa tahapan yang merupakan aktifitas menyeluruh yang dilakukan oleh tenaga kerja produksi yang membuat produk, tahapan-tahapan ini disebut tahapan produksi. Tahapan-tahapan produksi yang tersusun secara teratur disebut aliran produksi.
Penggolongan proses produksi berkaitan dengan sifat dan jenis masukan yang digunakan dan produk yang akan dihasilkan. Olehnya itu, proses produksi dapat dibedakan atas:
1.      Proses produksi berdasarkan wujudnya, terdiri atas:
a.       Proses kimiawi, yaitu proses pengolahan bahan menjadi produk dengan mendasarkan pada sifat kimiawi bahan yang diolah.
b.      Proses mengubah bentuk, yaitu proses pengolahan bahan menjadi produk jadi atau setengah jadi dengan cara mengubah bentuk bahan menjadi bentuk yang lebih bermanfaat.
c.       Proses perakitan, yaitu proses menggabungkan komponen-komponen produk menjadi produk yang lebih bermanfaat.
d.      Proses transportasi, yaitu proses memindahkan sumber atau produk dari tempat asal ke tempat dimana produk tersebut dibutuhkan.
2.      Proses produksi berdasarkan tipenya, terdiri atas:
a.       Proses berkesinambungan, dimana arus masukan berlangsung terus melalui sistem produksi yang telah distandarisasi untuk menghasilkan produk yang homogen.Bentuk produk yang dihasilkan bersifat standar dan tidak tergantung pada spesifikasi pemesan. Tujuan produksi umumnya untuk persediaan kemudian dipasarkan.
b.      Proses terputus-putus, proses yang biasanya menghasilkan produk yang berbeda-beda, prosedur yang berbeda-beda dan bahkan kadang dengan masukan yang berbeda-beda. Bentuk produknya disesuaikan dengan pesanan konsumen. Tujuan produksi adalah untuk melayani pesanan konsumen.
H.    Pengendalian produksi
Setelah menentukan spesifikasi produk yang akan dihasilkan, merancang proses dan sistem produksi, maka perlu mengorganisasikan seluruh sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan untuk pengendalian produksi. Pengendalian produksi, meliputi:[10]
1)       Pengendalian pembelian, agar pembelian yang dilakukan oleh perusahaan terkait dengan proses produksi lebih efisien (hemat biaya). Dalam pengendalian pembelian ini melibatkan beberapa faktor yang saling terkait, yaitu kuantitas, kualitas, harga, waktu dan pelayanan.
2)      Pengendalian Persediaan, perlu dilakukan agar biaya yang dikeluarkan untuk penyimpanan dapat dikendalikan.
3)      Pengendalian produksi, agar proses produksi dapat berjalan lancar, tepat waktu dan menghasilkan produk dalam kuantitas dan kualitas yang sesuai dengan yang direncanakan.
4)      Pengendalian Kualitas, yang dilakukan pada setiap tahapan proses yang bertujuan untuk mencegah adanya penyimpangan terhadap standar kualitas produk yang telah ditetapkan (quality control).




III.             PENUTUP
Kesimpulan
Komponen-komponen dalam sistem produksi yang terdiri dari input, proses dan output. Dengan demikian, dalam merancang sistem produksi perusahaan, ketiga komponen ini dijadikan sebagai pedoman. Langkah awal yang dilakukan dalam merancang suatu sistem produksi adalah perumusan tujuan secara jelas yang menuntut perusahaan telah menetapkan spesifikasi produk sesuai keinginan konsumen pasar sasaran. Selanjutnya menentukan input yang meliputi bahan, tenaga kerja, mesin/peralatan, lokasi dan biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk sesuai yang ditetapkan pada langkah awal tadi. Dan langkah berikutnya adalah menentukan proses produksi yang akan digunakan untuk menghasilkan produk. Upaya-upaya yang dilakukan dengan melibatkan komponenkomponen sistem produksi tersebut perlu senantiasa dikendalikan agar apa yang diharapkan dalam proses produksi dapat tercapai.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kebutuhan input seperti bahan baku, tenaga kerja, mesin/peralatan, lokasi dan biaya hanya dapat dibuat perencanaannya ketika jenis produk yang akan dihasilkan beserta spesifikasinya telah ditetapkan.


            Daftar Pustaka
·         Primyastanto, Istihkaroh dkk, Potensi Dan Peluang Bisnis ,( Malang : Bahter Press, 2006)
·         I Komang Suartawan, I B Purbadharmaja ”Pengaruh Modal Dan Bahan Baku Terhadap Pendapatan Melalui Produksi Pengrajin Patung Kayu Di Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar” E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, Vol. 6 No 9 (September 2017)
·         Direktur Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Modul Pembelajaran Kewirausahaan, 2013
·         M.Nur Rianto Arif, Teori Mikro Ekonomi (Jakarta : Kencana Prenamedia 2010)



[1] Primyastanto, Istihkaroh dkk, Potensi Dan Peluang Bisnis ,( Malang : Bahter Press, 2006) hal.17.
[2] I Komang Suartawan, I B Purbadharmaja ”Pengaruh Modal Dan Bahan Baku Terhadap Pendapatan Melalui Produksi Pengrajin Patung Kayu Di Kecamatan Sukawati Kabupaten Gianyar” E-Jurnal Ekonomi Pembangunan Universitas Udayana, Vol. 6 No 9 (September 2017), hal. 1633.
[3] Direktur Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Modul Pembelajaran Kewirausahaan, 2013, hal. 65
[4] Ibid, hal 66.
[5]. Ibid.
[6].Ibid, Hal.72
[7] .Ibid,
[8]. Ibid, Hal.73
[9]. M.Nur Rianto Arif, Teori Mikro Ekonomi (Jakarta : Kencana Prenamedia 2010), hal.62.
[10] Ibid, hal 76

Share on Google Plus

About Unknown

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar