MAKALAH
ISLAM
ADALAH KASB ( KERJA )
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata
Kuliah : Tafsir
Dosen Pengampu : Dr. H.
Asiqin Zuhdi, M.Pdi.
Disusun Oleh:
Abdul
Ghofir
(166010055)
Nain
ariyadi (166010104)
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Islam adalah
system menyeluruh yang menyentuh seluruh segi kehidupan. Islam adalah kasb ( kerja ), islam adalah materi, islam adalah penghasilan dan kekayaaan sebagaimana islam
adalah aqidah yang lurus dan ibadah yang benar, tidak kurang dan tidak lebih.
B.
Rumusan masalah
a.
Bagaimana manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup sesuai dengan syariat
Islam
b.
Bagaimana pentingnya kerja atau usaha dalam pandangan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
Kasb (kerja) secara bahasa berarti usaha mencari rezeki dan penghidupan.
Sunatullah menitahkan bahwa manusia tidak akan memperoleh nikmat,
rezeki, dan makanan yang ada di atas dan di bawah tanah kecuali dengan kerja keras
dan usaha yang sungguh-sungguh. Demikian besarnya perhatian Islam terhadap kerja
sehingga ia memerintahkan untuk bekerja seusai menunaikan kewajiban shalat agar
orangpun tahu bahwa bekerja adalah wajib seperti kewajiban ibadah. Allah
swt.berfirman ;
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُوا۟ فِى ٱلْأَرْضِ وَٱبْتَغُوا۟ مِن فَضْلِ ٱللَّهِ وَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ كَثِيرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“ Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka
bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamuberuntung.”
(Al -Jumu’ah 62:10)
وَإِذَا
رَأَوْا تِجَارَةً أَوْ لَهْوًا انْفَضُّوا إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَائِمًا ۚ
قُلْ مَا عِنْدَ اللَّهِ خَيْرٌ مِنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِ ۚ
وَاللَّهُ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
Dan apabila mereka melihat perniagaan
atau permainan, mereka bubar untuk menuju
kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah).Katakanlah:
"Apa yang di sisi Allah lebih baik dari
pada permainan dan perniagaan", dan Allah Sebaik-baikPemberi rezeki( al mulk;
11)
هُوَ
الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا
مِنْ رِزْقِهِ ۖ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ
“ Dialah yang telah menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah
di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya. Dan hanya kepada-Nyalah
kamu di kembalikan.”( Al-Mulk: 15 )
Asbabun nuzul qs. Al jumuuah ayat 10-11
Dalam suatu riwayat di kemukakan, ketika Rasulullah saw. Berkhotbah
pada hari jumat, datanglah kafilah yang membawa dagangan dari Syam. Orang-orang
yang sedang mendengarkan khotbah pada keluar menjemput rombongan kafilah itu,
sehingga hanya tinggal dua belas orang saja yang duduk mendengarkannya ayat ini
(qs. Al jumuah ; 11 ) turun berkenaan dengan peristiwa tersebut, yang
menegaskan bahwa apa yang ada di sisi Allah jauh lebih baik dari pada apa yang
ada pada perniagaan. ( Di riwatkanoleh asy-syaikhan “al-Bukhari Muslim” yang bersumber dari Jabir )
Makna khusus
Di sini terdapat isyarat dua hal :
1.
Muraqabah (pengawasan) Allah dalam segala perbuatan duniawi,
sehingga mereka tidak di kuasai oleh kecintaan untuk mengumpulkan harta kekayaan
duniawi dengan menggunakan segala sarana, baik yang halal maupun haram.
2.
Muraqabah Allah dalam keberuntungan dan keberhasilan dunia dan akhirat.
Keberhasilan di dunia, karena orang yang merasakan muraqabah-Nya itu tidak akan
bohong dalam timbangan dan takaran, tidak akan mengubah barang dagangan dengan barang
dagangan yang lain, tidak berdusta dalam penawaran, tidak bersumpah palsu dan tidak
ingkar janji.
Makna khusus
Siapa yang jalan akan makan dan siapa yang bisa jalan, tapi tidak mau
jalan maka sepantasnya dia tidak
makan. Usaha dalam islam ada tiga macam :
1.
Wajib, bagi yang memenuhi kebutuhan sendiri dan orang-orang yang
menjadi tanggung jawabnya, atau melunasi utang dan memenuhi hak-hak umum lainnya.
“
cukuplah orang di katakan berdosa jika ia menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya.
( HR. Abu Dawud )
2.
Sunah, bagi yang mencari lebih dari kebutuhan, misalnya: untuk membantu
orang fakir, amal social, dan kebajikan lainnya.
3.
Boleh, bagi yang ingin memperoleh tambahan harta, pangkat,
kenikmatan dan kesejahteraan dengan tetap memelihara keselamatan agama,
kehormatan, harga diri, dan kemerdekaan.
Kedudukan kerja dalam pandangan Islam adalah :
Ibnu Hazm mengatakan bahwa parau lama sepakat tentang hal itu,
karena kedudukan usaha dalam Islam demikian, maka ia mengangggap kemandirian seseorang
sebagai sebaik-baiku saha dans ebaik-baik pekerjaan. Rasulullah bersabda ;
“ Tidak ada seorang pun yang lebih baik dari pada orang yang makan dari
hasil tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabiyullah Dawud a.s. makan dari dari hasil
jerih payahnya sendiri.”( HR. Bukhari )
Demikian besarnya perhatian Islam terhadap kerja sehingga ia
memerintahkan untuk bekerja sesusai menuaikan kewajiban shalat agar orang pun
tahu bahwa bekerja adalah wajib seperti kewajiban ibadah. Allah swt.berfirman ;
“ Apabila shalat jumat telah di tunaikan maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan
carilah anugerah Allah.” ( Aljumuah : 10
)
Sebagian ia menjadikan usaha dan kerja setara dengan
jihad. Allah swt.berfirman, “ sebagian mereka
ada yang berjalan di muka bumi untuk mencari anugerah Allah dan sebagian yang
lain ada yang berperang di jalan Allah.” ( Al Muzamil: 20 )
Pad asaat yang sama Islam mencela keengganan dan kemalasan
pada orang yang mampu bekerja agar ia tidak menjadi beban orang lain.
Rasulullah saw. bersabda, “
apabila salah seorang di antara kamu mencari kayu bakar dan mengikatnya lalu memikulnya
kemudian menjualnya, itu lebih baik dari pada meminta-minta kepada orang lain,
memberinya maupun tidak. “
Islam menganggap orang yang meminta-minta namun sebenarnya
mampu bekerja adalah orang yang hina, hilang kehormatan, tidak bernilai dan tidak
berharga di tengah masyarakat. Rasulullah saw, bersabda ; “ tangan yang diatas lebih
baik dari pada tangan yang di bawah, yang di atas adalah yang member, sedangkan
yang di bawah adalah yang meminta-minta.”
Umar r.a.berkata, “ janganlah salah seorang di antara kamu
enggan mencari rezeki, sementara ia berdoa, ‘Ya Allah, berilah kami rezeki,’
padahal ia tahu bahwa langit tidak akan
menurunkan hujan emas maupun perak.”
Islam tidak menganggap keengganan bekerja dan berusaha dengan
mengharap rezeki dariarah yang tidak di duga-duga termasuk tawakakal,
sebagaimana di paham sebagian orang
secara bersalah. Sebaliknya, ia menganggap sebagai tawakkal (bergantung). Imam
ahmad telah meluruskan pemahaman yang salah ini ketika beliau di Tanya, “ apa komentar
anda tentang seseorang yang hanya duduk di rumah dan masjidnya, kemudian mengatakan aku tidak akan bekerja hingga rezekiku datang
? Imam Ahmad menjawab, “ itu orang yang tidak tau ilmu. Tidakkah ia mendengar Nabi
saw. bersabda, “ aku menjadikan rezekiku
di bawah naungan tombakku “
Ketika berbicara tentang burung beliau bersabda, “
berangkat dengan perutkosong, kembali dalam keadaan kenyang.” Para sahabat Nabi dulu ada yang berdagang di darat maupun di
laut, dan bekerja di kebun mereka. Mereka adalah suri tauladan.
Bergantung dan enggan berusaha adalah mentalitas yang
tidak di kehendaki Islam. Demikian itu karena di samping bertentangan dengan kaidah
umum islam tentang makna ibadah, juga menghalangi umati slam dari posisi yang
terhormat di dunia ini. Padahal yang di kehendak adalah agar umat islam menjadi
umat yang khas dalam menghargai eksistensi dan harga dirinya.
Dengan demikian maka jelaslah bahwa perintah dan arahan bagi
setiap muslim untuk bekerja. Islam tidak rela bila orang islam lemah, hina,
bergantung dan selalu mengharapkan sesuatu yang ada di tangan orang lain.
Pendapat mahasiswa ;
Islam adalah kasb( kerja ). Rihlahnya seorang laki-laki adalah
dengan kasb / kerja sedangkan rihlahnya seorang perempuan adalah di rumah.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Islam adalah usaha dan kerja. Ungkapan ini mencakup perintah
dan arahan bagi setiap muslim untuk bekerja. Selain itu juga merupakan celaan terhadap
keengganan dan kemalasan. Islam tidak relabila orang islam lemah, hina,
bergantung, dan selalu mengharapkan sesuatu yang ada di tangan orang lain. Dari
hasil kerja itu di harapkan mendapatkan kekayaan yang bisa di gunakan untuk keberlangsungan
dakwah islam.
Daftar Pustaka
Al maraghi Ahmad Musthafa, 1986, terjemahtafsir Al Maraghi 28,
Semarang, PT. KaryaToha
H.A.A. Dahlan, K.H.Q. Shaleh, 2000, Asbabunnuzul, Bandung,
Diponegoro
Al wasyli Abdullah bin Qasim, 2009, SyarahUshul ‘Isyrin, Solo, PT
Era Adicitra Intermedia
Download Makalah disini
0 komentar:
Posting Komentar